Kamis, 09 April 2015

BATIK MADIUN

Kabupaten Madiun terletak di wilayah Provinsi Jawa Timur, kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Bojonegoro di utara, Kabupaten Nganjuk di timur, Kabupaten Ponorogo di selatan, serta Kabupaten Magetan dan Kabupaten Ngawi di barat. Kabupaten Madiun dilintasi jalur utama Surabaya-Yogyakarta, dan kabupaten ini juga dilintasi jalur kereta api lintas selatan Pulau Jawa. Bagian utara wilayah Madiun berupa perbukitan, yakni bagian dari rangkaian Pegunungan Kendeng. Bagian tengah merupakan dataran tinggi dan bergelombang. Sedang bagian tenggara berupa pegunungan, bagian dari kompleks Gunung Wilis dan Gunung Liman.

Potensi alam yang mempesona banyak menginspirasi para pengrajin batik untuk menciptakan motif batik khas Madiun. Tak banyak yang tau jika Madiun menyimpan kain tradisional yang khas yaitu batik Madiun. 
Batik Madiun sebenarnya sudah ada sejak jaman Mataram, karena terdapat sebagian wilayah Madiun yang dulunya menjadi kekuasaan kerajaan Mataram. Setelah sempat beberapa tahun punah, namun pada masa penjajahan Belanda, Batik Madiun mulai bangkit kembali walau hanya beberapa tahun saja. Batik Madiun sempat mengalami kejayaan pada tahun 1960-an sampai 1980-an.

Batik Madiun sering disebut Batik Kenongo. Sedikit orang yang mengenal batik khas kabupaten Madiun yang bernama Batik Kenongo. Kondisi ini memang diakui oleh pihak Pemkab Madiun. Batik Kenongo dinyatakan nyaris punah, dikarenakan hanya tersisa seorang perajin yang masih bergerak untuk membatik. Motif andalan dari Batik Kenongo adalah bunga kenanga yang memiliki makna wangi atau harum.

Motif khas lainnya yaitu batik motif Retno Kumolo yang motifnya terispirasi dari tokoh wanita zaman Kerajaan Mataram, Retno Dumilah. Retno Dumilah adalah tokoh seorang putri sekaligus ksatria yang berjuang mempertahankan wilayah Purbaya atau Kadipaten Madiun dari serangan Kerajaan Mataram pada zaman pemerintahan Kerajaan Pajang. Ciri khas batiknya ada pada gambar keris dan warna. Keris itu adalah senjatanya pahlawan Retno Dumilah yang kemudian dijadikan lambang kota Madiun. Sedangkan untuk warna cenderung mendekati biru benhur. Konon katanya, Madiun ini dekat hutan sehingga membawa kesejukan. Warna biru melambangkan kesejukan. Ciri khas yang sangat kental dan sarat pesan ini diyakini bisa menjadi daya tarik tersendiri.

Motif lainnya berupa motif beras kutah (beras tumpah) yang melambangkan Kabupaten Madiun sebagai lumbung pangan Jawa Timur sebelah barat. Motif serat jati, dan motif ini merupakan motif cerminan daerah Madiun yang sebagian besar wilayahnya adalah kawasan hutan produksi jati sebanyak 40 persen berupa hutan jati.

Sentra Batik Madiun bisa anda temukan di Desa Kenongorejo Kecamatan Pilangkenceng yang terletak 7 km dari kota Caruban, ke arah Utara. Batik di kawasan ini mengalami puncaknya pada tahun 1960-an, kala itu produksi batik mencapai 6.000 hingga 7.000 lembar setiap bulannya. Kini produksinya merosot drastis, yakni hanya tinggal 100 hingga 300 lembar setiap bulannya. Hal ini karena peminat batik mulai berkurang dan akhirnya kalah dengan tren mode kain dan pakaian dari luar negeri. Selain itu terdapat di Jalan Tuntang, Gang I, Kelurahan Pandean, Kecamatan Taman, Kota Madiun. Terdapat pula daerah penghasil Batik Madiun yang berlokasi di Sewulan (Madiun Selatan), yang merupakan daerah dari kerajaan Mataram. Budaya membatik di daerah tersebut saat ini sudah nyaris punah ditelan oleh modernisasi teknologi dimana harga batik printing dan cap lebih murah dan harga batik tulis lebih mahal.

Seiring perkembangan jaman saat ini tinggal 5 orang yang berprofesi menjadi pembatik itupun hanya sebagai sambilan usai melakukan kegiatan rutinitas rumah tangga dan usia pembatik inipun sudan tua sedang generasi penerus tak ada yang berminat karena proses pewarnaan (wedel) atau pencelupan harus dibawa ke Bekonang Sukoharjo Jawa Tengah atau Solo.
 
Dahulu di Ponorogo ada namun pengusaha wedel tersebut meninggal dan diwariskan ke anaknya malah diboyong ke Yogyakarta, usaha wedel tersebut praktis dari tahun 1989 sampai sekarang proses pewarnaan harus ke Surakarta. Sebenarnya motif batik tradisional Madiun Selatan sama dengan di Solo maupun Yogyakarta antara lain semen romo, parang rusak, sidomukti, parang barong, bledag, dan lain sebagainya. Hanya ada satu motif kembang jeruk dengan pewarnaan colet lebih tegas dan merupakan ciri khas Batik Madiun.
Hasil produksi Batik Madiun tidak hanya dijual di wilayah Madiun saja, namun juga di sejumlah luar kota di Pulau Jawa. Seperti Jakarta, Bandung, Batu, Malang, dan sejumlah kota di Jawa Tengah.
Sampai saat ini campur tangan Pemerintah untuk melestarikan Batik Madiun belum maksimal. Selain permasalahn modal, hal lain yang membuat Batik Madiun sulit berkembang adalah tidak adanya regenerasi. Tidak ada warga sekitar yang ingin belajar dan menggeluti usaha batik.

Pihaknya sering memberikan pelatihan batik bagi ibu-ibu PKK ataupun siswa sekolah, namun setelah itu tidak ada tindak lanjutnya. 
Upaya yang dilakukan Disperindag Kabupaten Madiun adalah mengadakan lomba desain batik yang nantinya diharapkan dapat menumbuhkan kecintaan batik pada generasi muda. 

Dari semua upaya ini, sangat diharapkan Batik Madiun mengalami kebangkitan, dan kembali ke era 1980-an, di mana masih ada sekitar 20 industri rumah tangga kerajinan batik di Desa Kenongorejo. Bahkan produk batiknya yang bermotif porang, dipakai sebagai seragam hari Jumat di Pusdiklat Perum Perhutani Madiun pada tahun 2011- sekarang. Penetapan motif Batik Madiun juga perlu disegerakan, tujuannya untuk menumbuhkan kembali sentra batik di Kabupaten Madiun yang selama ini terpuruk dan melestarikan budaya bangsa tentang batik. Selain itu untuk mengindari klaim dari pihak lain.
 





 




 
  

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar